Berbicara soal imunisasi ini jadi flashbackwaktu anakku masih bayi, dimana dulu sejak umur nol bulan dia juga sudah mendapatkan imunisasi dari dokter anaknya. Kebetulan saya menganut prinsip “jalani apa yang dianjurkan oleh dokter anak” karena saya percaya apa yang dilakukan terhadap anak saya memang sudah sesuai dengan ilmu kedokteran.
Belum lama ini imunisasi juga menjadi perbincangan para ibu-ibu, jangan vaksin A nanti anaknya begini dan begitu. Alhamdulillah saya bukan termasuk ibu yang gampang menelan informasi yang belum jelas yang hanya sebatas “katanya”. Serem juga sih kalau masih percaya informasi yang belum jelas.
Sedikit bercerita waktu anakku mau vaksin cacar kalau tidak salah, ini agak susah karena dirumah sakit biasa anakku melakukan imunisasi vaksin tersebut tidak banyak tersedia dan dalam antrian. Lalu saya mencoba mendaftarkan dibeberapa rumah sakit dan hasilnya pun sama, masuk dalam antrian. Yang mana nanti kalau tersedia akan dihubungi oleh rumah sakit tersebut.
Akhirnya iseng nyoba telp rumah sakit yang dekat rumah mama, ini pun bukan rumah sakit besar. Ternyata disana tersedia vaksinnya, lalu sebelum saya kesana terlebih dahulu mengkonsultasikan dengan dokter anakku. Saat itu dokter anakku memberikan izin untuk melakukan vaksin dirumah sakit berbeda.
Saya pun sempat bertanya dengan petugas rumah sakit “kenapa disini masih banyak tersedia vaksinnya?” Petugas rumah sakitpun menjawab “karena ibu-ibu disini tidak ada yang mau anaknya diberikan vaksin ini bu, jadi persediaan kita selalu ada”. Saat itu saya gak kepikiran macam-macam karena cuma menanggapi “oh gitu sus, soalnya ditempat anakku selalu kehabisan”.
Tersadar waktu pembahasan tentang vaksin merebak, langsung keingatan deh dan sempat terbersit “apa iya ini masyarakat dekat rumah mamahku anti sama vaksin?” sayang banget kalau iya, padahal memberikan vaksin ini penting sekali untuk anak-anak kita loh.
Pentingnya Pemberian Vaksin Secara Lengkap
Prof. dr. Cissy Kartasasmita, Sp.A |
Apa sih yang dimaksud dengan imunisasi? Imunisasi merupakan upaya pencegahan yang paling cost efective, tidak ada tandingannya kecuali pengadaan air bersih. Kalau menurut Prof. dr. Cissy Kartasasmita, Sp.A– Satuan Tugas (Satgas) Imunisasi “pemberian imunisasi pada anak itu sangat penting sekali dan tentunya pemberian ulangan sampai usia 18 bulan. Pemberian vaksin ini harus lengkap”.
Yang harus diketahui ternyata mulai tahun 1977 kegiatan imunisasi diperluas menjadi Program Pengembangan Imunisasi (PPI) dalam rangka pencegahan penularan terhadap beberapa penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) yaitu tuberkulosis, difteri, pertusis, campak, polio, tetanus serta hepatitis B.
Beberapa penyakit yang saat ini menjadi perhatian dunia dan merupakan komitmen global yang wajib diikuti oleh semua negara adalah Eradikasi Polio (ERAPO), eliminasi campak dan rubela dan eliminasi tetanus maternal dan neonatal (ETMN).
Tabel Imunisasi, sumber IDAI |
Adapun penjelasan dari tabel imunisasi diatas sebagai berikut:
- Vaksi Hepatitis B (HB), vaksin HB pertama (monovalent) paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan didahului dengan pemberian suntikan vitamin K1 minimal 30 menit sebelumnya. Jadwal pemberian vaksin HB monovalen adalah usia 0,1 dan 6 bulan. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif, diberikan vaksin HB dan imunoglobin hepatitis B (HBIg) pada ekstrimitas yang berbeda. Apabila diberikan HB kombinasi dengan DTPw, maka jadwal pemberian pada usia 2,3 dan 4 bulan. Apabila vaksin HB kombinasi dengan DTPa, maka jadwal pemberian pada usia 2,4 dan 6 bulan.
- Vaksin Polio, apabila lahir di rumah segera berikan OPV-0, apabila di sarana kesehatan, OPV-0 diberikan saat bayi dipulangkan. Selanjutnya, untuk polio-1. polio-2, polio-3 dan polio booster diberikan OPV atau IPV. Paling sedikit harus mendapat satu dosis vaksin IPV bersamaan dengan pemberian OPV-3
- Vaksin BCG, pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum usia 3 bulan, optimal usia 2 bulan. Apabila diberikan pada usia 3 bulan atau lebih, perlu dilakukan uji tuberculin terlebih dahulu.
- Vaksin DPT, Vaksin DPT pertama diberikan paling cepat pada usia 6 minggu. Dapat diberikan vaksin DTPw atau DPTa atau kombinasi dengan vaksin lain. Apabila diberikan b=vaksin DPTa maka interval mengikuti rekomendasi vaksin tersebut yaitu usia 2,4 dan 6 bulan. Untuk usia lebih dari 7 bulan diberikan vaksi Td atau Tdap. Untuk DPT 6 dapat diberikan Td/Tdap pada usia 10-12 tahun dan booster Td diberikan setiap 10 tahun.
- Vaksin Pneumokokus (PCV), apabila diberikan pada usia 7-12 bulan, PCV diberikan 2 kali dengan interval 2 bulan, dan pada usia lebih dari 1 tahun diberikan 1 kali. Keduanya perlu booster pada usia lebih dari 12 bulan atau minimal 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada anak usia diatas 2 tahun PCV diberikan cukup satu kali.
- Vaksin Rotavirus, vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, dosis pertama diberikan usia 6 – 14 minggu (dosis pertama tisak diberikan pada usia kurang dari 15 minggu). dosis kedua diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Batasa akhir pemberian pada usia 24 minggu. Vaksin rotavirus pentavalen diberikan 3 kali, dosis pertama diberikan usia 6-14 minggu (dosis pertama tidak diberikan pada usia kurang dari 15 minggu), dosis kedua dan ketiga diberikan dengan interval 4-10 minggu. Batas akhir pemberian pada usia 32 minggu.
- Vaksin Influenza, diberikan pada usia lebih dari 6 bulan, diulang setiap tahun. Untuk imunisasi pertama kali (primary immunization) pada anak usia kurang dari 9 tahun diberi dua kali dengan interval minimal 4 minggu. Untuk anak 6 – 36 bulan, dosis 0,25 ml. Untuk anak usia 36 bulan atau lebih, dosis 0,5 ml.
- Vaksin Campak, vaksin campak kedua (18 bulan) tidak perlu diberikan apabila sudah mendapatkan MMR.
- Vaksin MMR/MR, apabila sudah mendapatkan vaksin campak pada usia 9 bulan, maka vaksin MMR/MR diberikan pada usia 15 bulan (minimal interval 6 bulan). Apabila pada usia 12 bulan belum mendapatkan vaksin campak, maka dapat diberikan vaksin MMR/MR.
- Vaksin Varisela, diberikan setelah usia 12 bulan, terbaik pada usia sebelum masuk sekolah dasar. Apabila diberikan pada usia lebih dari 13 tahun, perlu 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu.
- Vaksin Human Papillona Virus (HPV), diberikan mulai usia 10 tahun. Vaksin HPV bivalen diberikan tiga kali dengan jadwal 0, 1 dan 6 bulan, vaksin HPV tetravalent dengan jadwal 0, 2 dan 6 bulan. Apabila diberikan pada remaja usia 10-13 tahun, pemberian cukup 2 dosis dengan interval 6-12 bulan.
- Vaksin Japanese Encephalitis (JE), diberikan mulai usia 12 bulan pada daerah endemis atau turis akan bepergian ke daerah endemis tersebut. Untuk perlindungan jangka panjang dapat diberikan booster 1-2 tahun berikutnya.
- Vaksin Dengue, diberikan pada usia 9-16 tahun dengan jadwal 0, 6 dan 12 bulan.
Yang harus diingat adalah:
Immunization is the future health investment
Imunisasi sangat diperlukan karena:
- Menghasilkan kekebalan (imunitas) seperti infeksi alamiah akan menimbulkan kekebalan, imunisasi meniru kejadian infeksi alami dan tubuh membentuk kekebalan melalui pertahanan non spesifik dan spesifik.
- Mencegah penyakit yang menyebabkan kematian dan kecacatan.
- Memenuhi kewajiban hak anak.
Dampak jika anak tidak diberikan imunisasi:
- Anak tidak mempunyai kekebalan terhadap mikroorganisme ganas (patogen).
- Anak dapat meninggal atau cacat sebagai akibat menderita penyakti infeksi berat.
- Anak akan menularkan penyakit ke anak atau dewasa lainnya.
- Penyakit tetap berada di lingkungan masyarakat.
Program dan Pekan Imunisasi Dunia Tahun 2019
drg. R. Vensya Sitohang, M.Epid |
Program imunisasi di Indonesia ini kalau menurut saya sendiri memang wajib sekali karena seperti yang dikemukan sebelumnya oleh dr. Cissy Kartasasmita mengenai betapa pentingnya melakukan imunisasi dapat menekan penyakit yang timbuh.
Kebetulan saya sendiri melakukan imunisasi secara lengkap kepada anak saya, sejak dia berusia dari nol bulan. Waktu awal dikasih buku journal mengenai tumbuh kembang anak, saya masih agak bingung-bingung nih sama apa sih manfaat dari semua imunisasi yang saya berikan ke anak. Jadi setiap melakukan imunisasi saya selalu bertanya dan konsultasi terlebih dahulu mengenai vaksin yang diberikan.
Menurut drg. R, Vensya Sitohang, M.Epid – Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, dengan melakukan imunisasi dapat mencegah penyakit. Pencegahan umum, tidak spesifik (promotif, preventif):
- Memberikan ASI, makanan pendamping ASI dan perbaikan gizi
- Suplemen
- Kebersihan perorangan, sumber air dan lingkungan
- Belum mampu melindungi, terutama terhadap kuman atau bakteri atau virus yang berbahaya
Pencegahan secara spesifik:
- Efisien, efektif terhadap penyakit berbahaya
- Dalam 2 – 4 minggu terbentuk kekebalan terhadap penyakit berbahaya
- Semua negara dengan gizi baik, lingkungan bersih, tetap melakukan imunisasi sejak tahun 1950an sampai sekarang.
Tujuan program imunisasi untuk menurunkan kesakitan dan kematian akibat penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Keberhasilan imunisasi, cacar berhasil dibasmi diseluruh dunia, Indonesia mendapat sertifikat bebas polio tahun 2014 dan Indonesia mengeliminasi tetanus pada ibu hamil dan bayi baru lahir di tahun 2016.
Pelayanan imunisai dapat dilakukan di fasilitas-fasilitas pelayanan kesehatan seperti:
- Posyandu
- Puskesmas
- Puskesmas pembantu
- Rumah sakit pemerintah
- Rumah sakit swasta, klinik dokter praktik swasta, klinik bidan praktik mandiri
- Fasilitas-fasilitas pelayanan kesehatan lainnya
- Sekolah-sekolah pada pelaksanaan bulan imunisasi anak sekolah (BIAS).
Pekan Imunisasi Dunia (PID) diprakarsai pada Sidang Kesehatan Dunia (World Health Assembly) pada bulan Mei 2012. Waktu pelaksanaannya yaitu minggu keempat bulan April setiap tahunnya. Telah dilaksanakan di lebih dari 180 negara, termasuk Indonesia.
Faktanya 19,9juta anak tidak mendapatkan imunisasi secara lengkap pada tahun 2018 di 10 negara termasuk Indonesia didalamnya.
Pada tahun 2019 tema Pekan Imunisasi Dunia (PID):
Global
“Protected Together: Vaccines Work!
Nasional
“Imunisasi Lenkap, Indonesia Sehat”
PID nasional tahun 2019 akan dilaksanakan pada tanggal 23 – 30 April 2019 dan akan melibatkan seluruh masyarakat untuk mendukung kesuksesan Pekan Imunisasi Dunia 2019.
Fatwa MUI Tentang Imunisasi
Dr. HM. Asrorum Ni’am Sholeh MA |
Yang masih jadi perdebatan sampai hari ini sebenarnya tentang halal atau tidaknya beberapa vaksin yang beredar, karena seperti yang kita ketahui ada cerita mengenai vaksin mengandung babi. Tentu ini membuat resah para ibu terutama muslim. Vaksin memang sangat diperlukan tapi kita juga harus tau apakah itu halal?
Dr. HM. Asrorum Ni’am Sholeh MA – Sekretaris Komisi Fatwa MUI Pusat memberikan pemaparan mengenai fatwa MUI mengenai vaksi. Sudah tentu sebagai muslim pengobatan harus dilakukan dengan barang yang halal. Penggunaan barang halal disini tidak terbatas pada dzatnya, melainkan juga dalam melakukan proses produksinya.
Fatwa dan Keputusan MUI tentang Imunisasi
Banyak yang harus diketahui terutama untuk para ibu dan calon ibu, menurut MUI ada beberapa fatwa yang dikeluarkan oleh MUI tentang imunisasi ini. Diantaranya sebagai berikut:
Fatwa tentang penggunaan vaksin Polio Khusus (IPV) pada tahun 2002:
- Pada dasarnya, penggunaan obat-obatan, termasuk vaksin, yang berasal dari atau mengandung benda najis ataupun benda terkena najis adalah haram.
- Pemberian vaksin IPV kepada anak-anak yang menderita immunocompromise, pada saat ini dibolehkan, sepanjang belum ada IPV jenis lain yang suci dan halal.
Penggunaan Vaksin Polio Oral (OPV) Tahun 2005
- Pada dasarnya, penggunaan obat-obatan, termasuk vaksin, yang berasal dari atau mengandung benda najis ataupun benda terkena najis adalah haram.
- Pemberian vaksin OPV kepada seluruh balita, pada saat ini, dibolehkan, sepanjang belum ada OPV jenis lain yang produksinya menggunakan media dan proses yang sesuai dengan syariat Islam.
Fatwa Tentang Obat dan Pengobatan Nomor 30 tahun 2013
- Islam mensyariatkan pengobatan karena ia bagian dari perlindungan dan perawatan kesehatan yang merupakan bagian dari menjaga Al-Dharuriyat Al-Khams.
- Dalam ikhtiar mencari kesembuhan wajib menggunakan metode pengobatan yang tidak melanggar syariat.
- Obat yang digunakan untuk kepentingan pengobatan wajib menggunakan bahan yang suci dan halal.
- Penggunaan bahan najis atau haram dalam obat-obatan hukumnya haram.
- Penggunaan obat yang berbahan najis atau haram untuk pengobatan hukumnya haram kecuali memenuhi syarat.
- Penggunaan obat yang berbahan najis atau haram untuk pengobatan luar hukumnya boleh dengan syarat dilakukan pensucian.
Vaksin halal merupakan kewajiban dan tanggung jawab kolektif pemerintah dan ilmuan
- Penyedia vaksin halal adalah salah satu langkah strategis percepatan program imunisasi
- Penggunaan konsumsi halal, termasuk di dalamnya obat adalah tuntutan agama yang merupakan hak warga negara dan dilindungi oleh konstitusi
- Ketiadaan vaksin halal menjadi dosa besar para ilmuan
- Tanggung jawab kolektif untuk mewujudkan vaksin halal
- Hal ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi masyarakat Indonesia untuk melakukan penelitian yang serius agar menemukan vaksin meningitis yang halal.
- Para ilmuan dan ulama harus melakukan ijtihad dan jihad keilmuan untuk menemukannya
- Untuk memenuhi kebutuhan umat Islam, maka wajib hukumnya bagi para ilmuan untuk melakukan penelitian dan penemuan vaksin halal
Produsen vaksin wajib mensertifikasi halal produk vaksin sesuai ketentuan peraturan perundangan – undangan. Sesuai dengan Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2016.
Leave a Reply