Pandemi Covid-19 membawa perubahan bagi kehidupan masyarakat, tak hanya di Indonesia bahkan untuk seluruh dunia. Dua tahun ini tentu memberikan rasa yang sangat berbeda dalam menjalani kehidupan, terutama dalam pola asuh anak. Dengan adanya penurunan kasus penularan virus membuat Indonesia memasuki masa transisi.
Tak hanya terjadi pada orang dewasa, saat ini pun anak-anak sudah memulai rutinitas baru dan lebih banyak berinteraksi dengan lingkungan sosial. Termasuk pak suami yang sudah memulai aktivitasnya ke kantor, walau hanya seminggu 2-3 kali saja. Sedangkan anakku sudah mulai belajar kembali ke sekolah secara full sejak bulan ramadhan kemarin.
Saat pandemi, anak-anak banyak pendampingan dan belajar bersama kedua orang tuanya di rumah. Ayah dan bunda juga saling berbagi peran, memang ini tidak mudah dijalankan. Tapi saya sendiri senang sekali dapat melihat tumbuh kembangnya selama dua tahun ini. Jadi kalau untuk keluarga saya, pandemi ini momennya bonding keluarga.
Apalagi saat pandemi Covid-19 ini terjadi, anak saya berusia 6 tahun yang masih membutuhkan sosok ayah dan ibunya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Jadi waktu pandemi itu, anak saya senang sekali karena dia mendapati kedua orang tuanya ada di rumah sacara utuh. Dari waktu dia terbangun sampai tidur lagi masih selalu bersama ayah dan bundanya.
Peran Keluarga Dalam Upaya Tumbuh Kembang Anak di Masa Pandemi
Keluarga atau orang tua harus memastikan bahwa anaknya sehat dan aman, memberikan sarana dan prasarana untuk mengembangkan kemampuan sebagai bekal kehidupan sosial, serta sebagai media dalam menanamkan nilai sosial dan budaya sedini mungkin. Orang tua harus memberikan kasih sayang, penerimaan, penghargaan, pengakuan, dan arahan kepada anaknya.
Pada hari Selasa, 28 Juni 2022 saya mengikuti webinar dari Danone Indonesia dalam rangka menyambut Hari Keluarga Nasional 2022. Danone Indonesia bekerjasama dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengangkat tema “Kiat Keluarga Indonesia Optimalkan Tumbuh Kembang Anak di Masa Transisi”.
Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dr. Irma Ardiana, MAPS menerangkan bahwa gaya pengasuhan mempengaruhi perkembangan kognitif, emosional dan sosial anak. Pengasuhan bersama menekankan komunikasi, negosiasi, kompromi dan pendekatan inklusif untuk pengambilan keputusan dan pembagian peran keluarga.
“Pengasuhan bersama antara ayah dan bunda menawarkan cinta, penerimaan, penghargaan, dorongan, dan bimbingan kepada anak-anak. Peran orang tua yang tepat dalam memberikan dorongan, dukungan, nutrisi dan akses ke aktivitas untuk membantu anak memenuhi milestone aspek perkembangan 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) menjadi sangat penting untuk memastikan kebutuhan nutrisi dan psiko-sosial sejak janin sampai dengan anak usia 23 bulan. Peran tim pendamping keluarga menjadi krusial untuk mendampingi keluarga berisiko stunting dalam pemberian informasi pengasuhan di Bina keluarga Balita. Pola asuh yang tepat dari orang tua dinilai mampu membentuk anak yang hebat dan berkualitas.”
Beberapa komponen penting dalam pola asuh anak di masa pandmei Covid-19:
- Faktor nutrini, pola asuh gizi ibu merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi status gizi pada balita. Nutrisi terdiri dari kebutuhan karbohidrat, protein hewani, lemak dan lainnya.
- Faktor stimulasi, anak sangat membutuhkan stimulasi dari orang tua. Stimulasi bisa diperoleh anak dengan berbagi cara, seperti mengajak bermain anak, berbicara dengan anak, atau membaca buku cerita untuk anak.
- Faktor proteksi, anak harus diproteksi dengan pemberian vaksin, terlebih di masa pandemi saat ini.
- Faktor evaluasi, mengecaluasi bagaimana perkembangan tumbuh kembang anak. Dengan menggunakan buku tumbuh kembang dan mencatatnya, membuat evaluasi orang tua akan lebih mudah.
Perubahan Sosial Emosional yang Terjadi Setelah Masa Transisi
Dua tahun belakangan tentu membuat anak-anak merasakan nyaman karena berada di lingkungan keluarganya, rumah. Begitu anak akan memulai aktivitasnya tentu ada rasa khawatir pada diri orang tua, apakah nanti anakku bisa ya menghadapinya sendiri? Ini yang sempat terbersit dalam hatiku, waktu anakku akan melakukan pembelajaran di sekolah.
Tapi karena pandemi memberikan waktu bagi kami untuk terus memberikan yang terbaik untuk tumbuh kembangnya, terutama dalam sosial emosionalnya. Pembatasan fisik dan sosial akibat pandemi akan menyebabkan masalah kesehatan yang mempengaruhi emosional, mental dan perkembangan terutama pada anak.
Seperti yang diungkapkan oleh Dokter Spesialis Tumbuh Kembang Anak dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Dr. dr. Bernie Endyarni Medise, Sp.A(K), MPH mengungkapkan pentingnya bagi para orang tua untuk memahami perkembangan sosial emosional anak khususnya di masa transisi pandemi Covid-19.
“Agar anak-anak dapat beradaptasi kembali dengan normal, memiliki keterampilan sosial-emosional yang memadai, serta memiliki kemampuan berpikir yang baik, maka orang tua perlu memantau perkembangan sosial emosional anak secara berkala.”
Karena perkembangan emosi dan sosial berkaitan dengan kecerdasan otak dan sistem pencernaan yang sehat. Ketiganya saling terkait dan berpengaruh signifikan terhadap tumbuh kembang anak. Namun di masa transisi ini anak-anak mungkin akan kebingungan menghadapi perubahan ruang dan rutinitas baru saat kembali menjalani kehidupan dan melakukan interaksi sosial.
Yang perlu diketahui bahwa perkembangan sosial emosional anak merupakan bekal penting membentuk karakter anak di mana pun ia berada. Pertumbuhan emosi sosial yang stabil diperlukan untuk menghadapi beragam tekanan, baik itu dari lingkungan keluarga sendiri, tekanan dari teman-teman bermainnya, hingga kritis yang lain di masa depan.
Beberapa contoh keterampilan sosial-emosional yang harus dipelajari sedini mungkin:
- Kemampuan mengenali jika orang lain merasa sedih, dan menanyakan apakah mereka baik-baik saja.
- Kemampuan mengekspresikan diri di depan teman-teman dan di depan orang tua dengan cara yang berbeda.
- Kemampuan memahami pikiran dan perasaan diri sendiri, dan mampu berhubungan dengan orang lain.
#HariKeluargaNasional2022
Apura says
Kemampuan sosial-emosional memang perlu dioptimalkan agar anak lebih mudah beradaptasi di lingkungan sekitar. Mereka harus bisa menghadapi masalahnya sendiri. Jangan sampai cepat putus asa atau menarik diri dari pergaulan. Apalagi sampai dijauhi.
Dian Restu Agustina says
Itulah mengapa tak bisa kita abaikan ya perkembangan sosial emosional anak karena akan menjadi bekal mereka dan membentuk karakter di mana saja mereka nanti berada
Lintang says
Iya nih, penting banget masa transisi, apalagi setelah lama daring. Sekarang harus adaptasi bersosialisasi lagi bareng temen2nya. Penting stimulasi dengan mengekspresikan diri di depan teman dan ortu.
Nurul Sufitri says
Masih banyak orang tua yang mengedepankan kecerdasan anak secara pintar atau pandai ilmu pengetahuan saja. Namun ada hal penting lainnya yang harus dioptimalkan secara berkesinambungan, seperti sosial emosional ini. Hubungan anak dengan keluarga maupun masyarakat sekitar jadi lebih harmonis dan tentu tumbuh kembang anak menjadi baik sekali.
Ana Ike says
Setuju banget sih, mak. Yang namanya pengasuhan itu memang sudah semestinya jadi tugas ibu dan ayah. Bersama-sama berusaha mendidik anak agar anak merasa aman dan diperhatikan.
Dan biasanya, anak yang cukup merasakan kasih sayang ini akan jadi anak yang mudah bersosialisasi di manapun dia berada.
Aku sendiri ngerasa, anakku alhamdulillah tumbuh jadi anak yang gampang bersosialisasi di manapun dia berada. Mungkin juga hasil dari usaha ku melibatkan ayahnya sebanyak mungkin dalam proses tumbuh kembangnya.
Katerina says
Selain kecerdasan otak, ternyata sistem pencernaan yang sehat pun berpengaruh pada perkembangan emosi dan sosial. Sesuatu yang harus dicermati oleh para orang tua karena mungkin saja masih ada yang gak kepikir sampai ke sana 🙂
Okti Li says
Jangankan anak anak. Kita saja merasa kaku saat biasa begini eh berubah jadi begitu. Baik dalam hal kegiatan pekerjaan, sekolah dan sebagainya termasuk pengendalian emosi. Masa Transisi ini harus kita sikapi sebaik mungkin dan yg pasti tetap menjaga protokol kesehatan ya ..
Antung apriana says
dalam hal pengasuhan anak ini memang jadi tanggung jawab ayah dan ibu ya, mba bukan 1 pihak saja. karena itu tak cuma ibu ayah juga harusnya banyak mencari ilmu tentang pola pengasuhan anak
April Hamsa says
Pandemi yang lagi puncak2nya kemarin emang kelemahannya bikin aspek sosial anak dengan lingkungan di luar keluarganya jd jelek, tapi kelebihannya bisa bikin ortu lebih banyak waktu bersama anak di rumah ya.
Pas masa transisi ini makanya yang baik2 dipertahankan, sambil terus mengedepankan gmn anak bisa mulai beradaptasi beraktivitas di luar rumah terutama belajar kalau ada konflik2 jg gmn yaa. PR banget emang soal sosial emosional ini.
HM Zwan says
Alhamdulillah anakku juga sudah mulai full sekolahnya, banyak PR buat ornagtua. Selain memastikan nutrisinya tetap terjaga juga masalah sosial emosional harus dioptimalkan
Eviindrawanto.Com says
Bener juga ya Mbak setelah selama 2 tahun merasakan kenyamannya nong super bersama keluarga, sekarang mereka harus kembali ke sekolah. Kembali lagi bersosialisasi dengan bapak dan ibu guru serta teman-teman. Untuk orang dewasa mungkin mudah untuk menyesuaikan diri tapi beda dengan anak-anak. Nah di sinilah peran orang tua akan membantu mereka selama masa transisi ini. Mereka yang selama ini dilimpahi dengan kasih sayang tidak akan menemui kendala dalam pergaulan sosial mereka
Mutia Erlisa Karamoy says
Seneng banget ya kalau ada kesempatan hadir dalam webinar yang membahas seputar tips dan kiat mengoptimalkan tumbuh kembang anak, karena untuk tumbuh dengan baik tidak hanya dibutuhkan kecerdasan intelektual saja tapi juga kemampuan anak mengoptimalkan kecerdasan emosional.
Andiyani Achmad says
ini yang aku rasakan ketika Darelll selama 2 tahunan belajar dari rumah, pas PTM dia kesulitan untuk berbaur dengan teman-temannya yang dulu dekat.
Nia K. Haryanto says
Ini nih jawaban keresahan banyak orang tua di masa kayak sekarang. pandemi membuat perkembangan anak sedikit terhambat. anakku terlihat dari sisi emosionalnya nih. Tipsnya bisa nih jadi masukan. Semoga nanti tumbuh kembangnya bisa seperti dua kakaknya yang tidak terlalu terpengaruh pandemi.
Dewi Rieka says
Iya sekarang masa transisi anak-anak ya dari belajar daring sekarang masuk sekolah penuh waktu, berkenalan dengan teman sekelas yang baru, semoga lancar dan aman semuanya
andyhardiyanti says
Bener juga yaa.. dari yang biasanya di rumah aja, jarang ketemu orang, lebih sering berinteraksi secara online, nah di masa transisi ini, mereka harus kembali bertemu teman-temannya, bahkan orang lain yang mungkin baru bagi mereka (guru kelas selanjutnya). Pastinya bakal kagok.. penting untuk diasah lagi keterampilan sosial emosional mereka..
lendyagassi says
Perhatian khusus terhadap perkembangan emosional yang ternyata selain erat kaitannya dengan pola asuh juga kesehatan cerna. Jadi semua bisa saling bersinergi dengan baik ketika orangtua benar-benar memperhatikan asupan makanan sampai lingkungan tempat sang anak tumbuh dan berkembang.
Dee_Arif says
Wah iya, memang harus kita persiapkan ya mbak
Masa transisi ini emang sedikit menantang ya
Butuh kolaborasi dalam mengahadapi ini
Era Wijaya Sapamama says
Baik orang dewasa maupun anak-anak sama-sama merasakan dampak dari pandemi ini. Kemarin ada rekan narsum yang curcol bahwa selama pandemi tuh kemampuan sosial anak menurun. Semoga kedepannya anak dapat kembali beradaptasi dan optimal dalam aspek sosial emosionalnya ya.
tantiamelia.com says
Ada anggapan ortu yang : yang penting makan, titik ngga pake koma – jadi yang penting si ankak ga kelaperan dan … makannya segala jenis kripik – segala jenis minuman penyegar yang dilarutkan, padahal itu hanya berisi : gula pemanis hiks hiks
Anak dituntut cerdas – pengertian – intelejensi IQ EQ seimbang tapi makannya kurang nutrisi? ke laut aja kali yeeee
khairiah says
aku masih belajar, mengajari anakku emosi, dia masih sulit memahami emosi,, (he have autism) masih bingung dia orang marah malah disangka lagi main
Siti Hairul Dayah/ catatansiemak says
pandemi kemarin memang bisa menjadi permsalahan sedniri ya mak untuk dunia pendidikan. bahkan kurikulum kita aja kan menggunakan kurikulum darurat ya saat pandemi lalu. Mau ga mau memang harus mengejar ketertinggalan materi pelajaran.